Halo, Sobat Pendidikan! Ada kabar penting nih dari dunia legislasi dan pendidikan kita. Baru-baru ini, Komisi X DPR RI melakukan Kunjungan Kerja (Kunker) ke Universitas Jember (UNEJ). Tujuannya? Nggak lain adalah untuk menjaring masukan substantif terkait penyusunan Revisi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas). Wah, penting banget kan untuk masa depan pendidikan bangsa!
Acara ini diselenggarakan di Gedung Rektorat UNEJ pada Kamis sore (6/11/2025). Jadi, apa sih sebenarnya yang bikin revisi UU ini begitu krusial?
Mengupas Tuntas Revisi UU Sisdiknas: Kenapa Penting?
Mungkin kita bertanya-tanya, kenapa sih UU Sisdiknas harus direvisi lagi? Nah, Komisi X DPR RI punya alasan kuat di baliknya. Mereka menggunakan metode yang namanya kodifikasi. Kedengarannya teknis, ya? Tapi sebenarnya simpel kok!
Metode Kodifikasi: Satukan Aturan yang Tersebar
Metode kodifikasi ini intinya adalah upaya untuk menyatukan berbagai regulasi pendidikan yang selama ini "tercerai-berai" ke dalam satu dokumen hukum yang utuh dan sistematis. Jadi, bayangkan saja semua aturan penting tentang pendidikan, mulai dari UU Sisdiknas, UU Pendidikan Tinggi, sampai UU Guru dan Dosen, semuanya dikumpulkan jadi satu. Tujuannya jelas, biar lebih mudah dipahami dan diterapkan oleh semua pihak.
Alasan Utama Revisi: Mengatasi Kesenjangan dan Tantangan Baru
Selaku Ketua Tim Panja Komisi X DPR RI, Ibu Dr. Ir. Hetifah Sjaifudian, MPP., menjelaskan bahwa revisi UU Sisdiknas ini hadir karena kita masih melihat adanya kesenjangan dan bahkan kekerasan di dunia pendidikan. "Persoalan yang dihadapi akan terus berubah," kata beliau. Oleh karena itu, pembaruan peraturan itu wajib hukumnya. Harapannya, revisi ini bisa jadi jalan keluar agar hukum terkait pendidikan lebih utuh, efisien, dan gampang diterapkan.
Peran Penting Perguruan Tinggi dalam Pembentukan Kebijakan
Kunjungan ke UNEJ ini bukan tanpa alasan. Perguruan tinggi punya peran vital sebagai penghasil ilmu dan sumber daya manusia. Masukan dari mereka pastinya berharga banget dalam menyempurnakan undang-undang sepenting ini.
Suara Kampus: Mitra Strategis Pemerintah dan DPR
Rektor UNEJ, Dr. Ir. Iwan Taruna, M.Eng., IPM., ASEAN Eng., menyambut baik kunjungan ini. Beliau menekankan komitmen perguruan tinggi untuk menjadi mitra strategis Pemerintah dan DPR RI. "Kami punya tanggung jawab moral untuk memberi masukan dalam perbaikan dan penyempurnaan RUU Sisdiknas," ujarnya. Harapannya, revisi ini tidak hanya melahirkan tenaga kerja, tapi juga menjadi kunci pembangunan budaya bangsa.
Proses Panjang dan Kehati-hatian dalam Penyusunan UU
Menyusun undang-undang sebesar ini memang tidak instan. Prof. Bayu Dwi Anggono, Guru Besar Fakultas Hukum UNEJ yang kini Kepala Badan Keahlian DPR RI, mengingatkan bahwa prosesnya masih panjang dan butuh kehati-hatian ekstra. Kenapa? Karena harus melibatkan banyak stakeholder dan mendapatkan sinkronisasi dari semua pemangku kepentingan. Apalagi, UU Sisdiknas ini masuk kategori "top five" undang-undang yang paling sering diuji di Mahkamah Konstitusi!
Isu-isu Krusial yang Jadi Sorotan Utama Revisi UU Sisdiknas
Dalam kesempatan diskusi ini, beberapa isu strategis yang masuk dalam RUU Sisdiknas terkait perguruan tinggi juga dibahas tuntas. Ini dia rangkumannya:
- Tata kelola perguruan tinggi kedinasan: Bagaimana regulasi dan manajemennya ke depan?
- Kesejahteraan dosen dan tenaga kependidikan: Apakah sudah adil dan merata?
- Rekognisi RPL dan kredensial mikro: Pengakuan terhadap pengalaman dan keahlian di luar jalur formal.
- Penegasan hak mahasiswa: Perlindungan dari kekerasan, diskriminasi, dan kejahatan di kampus.
- Kesejahteraan universitas swasta: Bagaimana agar perguruan tinggi swasta juga bisa berkembang optimal?
Sorotan Kesejahteraan Dosen dan Akreditasi Perguruan Tinggi
Prof. Slamin, Wakil Rektor Bidang Akademik UNEJ, menyoroti isu kesejahteraan dosen dan tenaga pendidik. Beliau berharap tunjangan profesi berbasis kinerja tidak lagi bergantung pada status kelembagaannya (PTN atau PTS). Selain itu, ia juga mengusulkan agar akreditasi diselenggarakan oleh pemerintah, tanpa ada lagi lembaga akreditasi mandiri, sehingga tidak membebankan biaya pada universitas, terutama bagi kampus kecil atau swasta.
Senada dengan hal itu, perwakilan dari APTISI, Abdul Haris, juga menyampaikan kendala yang dihadapi perguruan tinggi swasta (PTS), mulai dari kurangnya dosen bergelar doktor hingga biaya akreditasi yang tinggi. Ia juga menggarisbawahi perbedaan tunjangan kinerja yang hanya ada di PTN. "Padahal dosen dari PTS juga sama-sama mendidik anak bangsa," tegasnya.
Diskusi Hangat, Harapan Besar untuk Pendidikan Indonesia
Diskusi yang berlangsung hangat hingga menjelang petang ini sukses mempertemukan Komisi X DPR RI dengan Rektor UNEJ, serta berbagai pemangku kepentingan pendidikan tinggi dari Jember dan Jawa Timur. Peserta yang hadir sangat beragam, mulai dari perwakilan PTN lain seperti Direktur Polije dan Rektor UIN KHAS, PTS seperti Rektor Universitas Muhammadiyah Jember dan Universitas Moch. Sroedji Jember, hingga PTN kedinasan seperti Poltekes Kemenkes di Jember.
Tak ketinggalan, Kepala LLDikti Wilayah VII Jawa Timur, perwakilan Asosiasi Dosen Indonesia, dan Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta (APTISI) Jawa Timur juga turut meramaikan diskusi. Semoga saja, masukan-masukan berharga ini bisa menjadi fondasi kuat untuk mewujudkan sistem pendidikan nasional yang lebih baik dan inklusif bagi seluruh anak bangsa!
