Menurut Guru Besar Fisika Teori IPB University, Prof Husin Alatas, kejadian tersebut memperlihatkan bahwa ruang angkasa tidak sekosong dan setenang yang dibayangkan. Ia menyimpan potensi bahaya yang dapat mengancam kehidupan di Bumi.
“Ruang angkasa dipenuhi objek yang bergerak dalam kecepatan tinggi. Ketika salah satu di antaranya keluar dari orbit stabilnya dan kemudian tertarik oleh gravitasi Bumi, maka potensi tumbukan menjadi nyata,” ujar Prof Husin, melalui siaran pers, Jumat (17/10/2025).
Baca juga: Misteri Dentuman di Cirebon Terungkap, Meteor Jatuh di Laut Jawa
Ia menambahkan, meteor di Cirebon kemungkinan berasal dari asteroid di antara orbit Jupiter dan Mars yang kemudian masuk atmosfer akibat gaya tarik Bumi.
Salah satu ancaman terbesar, lanjutnya, datang dari tumbukan asteroid dan komet. Sejarah mencatat peristiwa 66 juta tahun lalu di Semenanjung Yucatan, Meksiko, ketika hantaman asteroid raksasa menyebabkan kepunahan dinosaurus.
Kini, berbagai lembaga antariksa dunia seperti NASA mengembangkan sistem pertahanan planet untuk mencegah peristiwa serupa.
Baca juga: Batu Mars Terbesar di Dunia Terjual Seharga Rp88 Miliar di Pelelangan
“Misi Double Asteroid Redirection Test (DART) yang berhasil mengubah orbit asteroid pada 2022 menjadi tonggak utama dalam upaya perlindungan Bumi,” jelasnya.
Selain ancaman fisik, aktivitas Matahari juga menimbulkan risiko serius. Letupan besar atau solar flare dapat mengirimkan partikel bermuatan tinggi yang melumpuhkan jaringan listrik dan sistem komunikasi di Bumi.
“Medan magnet Bumi memang melindungi kita, tapi kekuatannya terbatas. Angin Matahari ekstrem bisa menembus dan memicu kerusakan sistem teknologi modern,” kata Prof Husin.
Ia mencontohkan peristiwa tahun 1989 di Quebec, Kanada, yang menyebabkan pemadaman listrik massal selama berjam-jam.
Ancaman lain berasal dari radiasi kosmik berenergi tinggi, yang bersumber dari ledakan bintang supernova atau fenomena galaksi jauh. Bintang Betelgeuse di konstelasi Orion, menurut sebagian astronom, telah menunjukkan tanda-tanda akan meledak, lanjut pengampu mata kuliah teori relativitas tersebut.
“Meskipun jaraknya jauh, partikel berenergi sangat tinggi yang dihasilkannya tetap berpotensi membahayakan astronot dan satelit di luar orbit rendah,” ungkap Prof Husin.
Ia juga menyoroti risiko dari sampah antariksa yang terus meningkat setiap tahun. Ribuan serpihan logam dan puing satelit di orbit dapat menabrak wahana antariksa aktif dan mengganggu sistem navigasi global.
Prof Husin menegaskan, “Ancaman yang paling mungkin dalam waktu dekat adalah tumbukan asteroid berukuran sedang, badai Matahari ekstrem, serta paparan radiasi kosmik.”
Namun, ia optimistis bahwa kemajuan teknologi pemantauan dan kolaborasi internasional mampu mendeteksi risiko lebih dini.
Dengan meningkatnya kesadaran global terhadap ancaman luar angkasa, Prof Husin mengajak masyarakat ilmiah dan pemerintah untuk memperkuat riset pertahanan planet.
“Perlindungan Bumi bukan hanya dilakukan dari dalam, tetapi juga dari luar. Menjaga rumah kita berarti memahami dan mengantisipasi ancaman dari semesta,” pungkasnya.
